Friday, June 14, 2013

Here I am, after a long time. I'm coming! :)

Assalamualaikum... :)

Yo~ what's up? Udah berapa lama aku nggak nulis di sini? Blog sampai dekil and the kumal, bahkan sampai nyaris jamuran kali, ya... apa kabar? How's life?

Daebak. Aku sampai bingung harus cerita dari mana. Yang jelas aku sangat berterima kasih dan bersyukur kepada Yang Di Atas bahwa aku sudah diberi banyak karunia dan hadiah-hadiah serta keajaiban yang tak terduga.

Aku lulus. Lulus SMA.

Here I am, after a long time. Now I'm coming as a (calon) freshman, hehehe... dan yang lebih Alhamdulillah lagi aku diterima di Ilmu Komunikasi UGM.

Aku bener-bener nggak nyangka. Malam itu, aku pulang dengan terburu-buru dari sekolah, tanpa mempedulikan tatapan aneh orang lain kenapa aku begitu nggak mempedulikan hujan yang membasahi sekujur tubuh. Sesampainya di rumah, aku langsung teriak-teriak, "Mama! Ternyata pengumuman SNMPTN-nya udah keluar dari jam 4 pm tadi! Ayo, cek! Kita periksa! Nyalain komputer!"

Dan ternyata... aku diterima. :')

Aku langsung jerit-jerit seneng, Mama juga. Mbah sampai nyium keningku. Adikku bengong liat aku kayak orang kesetanan, jempalitan nggak karuan. Aku langsung telepon Bapak dan Bapak juga seneng.

Akhirnya... doaku terjawab. Terima kasih, Ya Allah! :')

Aku sempat takut. Bukan karena nggak diterima lewat SNMPTN (karena kupikir masih ada jalur lain, SBMPTN, yang emang waktu itu lagi ku persiapin dengan hampir tiap hari keluar rumah untuk les), tapi karena jurusan yang kupilih. Semula aku berdebat dengan Bapak tentang keinginanku nyemplung di dunia seni. Aku pengen banget sekolah seni, entah itu di bidang seni lukis, teater, atau bahkan perfilman (coba!). Aku pengen mendalami seni ini, aku nggak mau melepaskannya gitu aja. Dan setelah perdebatan di telepon selama beberapa waktu, akhirnya aku nyerah.
Okay, kalau aku nggak boleh masuk di dunia seni, aku mau menekuni bidang sastra (yang aku yakini di sana aku akan menemukan bahan-bahan pelajaran seperti sastra lama dan modern, puisi dengan kerumitannya yang bikin kepala pusing tapi menarik, dll...). Aku lahir dengan kesenanganku akan menggambar dan menulis, aku nggak bisa hidup tanpa keduanya. Selagi aku melamun atau menjelang tidur, pasti di kepalaku selalu berputar tentang alur cerita (dan entah kenapa temanya selalu tentang a stubborn young girl yang cuek dan selalu bicara tentang cinta harus begini, harus begitu, padahal dia sendiri belum ngerti sama sekali artinya cinta), terus aku gambarkan tokohnya dalam lembar demi lembar kertas HVS (and guess what? Kertas-kertas HVS di rumah selalu habis bukan untuk keperluan nge-print, tapi karena "dicolong" aku buat menggambar berbagai tokoh imajinasi yang nggak henti-hentinya muncul di kepalaku, hingga akhirnya aku memutuskan untuk membeli buku sketsa yang tebal setebal-tebalnya), bahkan terkadang aku membayangkan kalau cerita-cerita ini kelak akan diangkat ke layar lebar. Mengasyikkan, pikirku. Jadi, kalau nggak boleh masuk sekolah seni, baiklah... aku putuskan masuk jurusan Sastra Indonesia.

Dan ternyata... ditentang (lagi). Aku bingung. Apa aku harus mempertahankan jurusan Psikologi yang ingin aku masuki sejak SMP? Aku juga tertarik dalam bidang Psikologi tapi entah kenapa hasratku selalu menggebu-gebu setiap aku menulis (satu hal yang membuatku selalu menunda makan dan terjangkit "penyakit" tidur larut malam). Jadi, bapakku menyarankan Ilmu Komunikasi. Di sana, aku diharapkan bisa lebih berkembang. Setelah penjelasan panjang lebar selama semalam tentang gambaran Ilmu Komunikasi, ya sudah. Aku pilih itu. Dan nggak tau kenapa Bapak berharap banget aku bisa diterima di situ. Sampai-sampai bapakku bilang kalau aku diterima di pilihan kedua, Psikologi, aku disuruh membuangnya dan ambil jalur tes (entah SBMPTN, UM, atau apalah) sampai aku berhasil masuk Ilmu Komunikasi. Coba!
Padahal bagiku nggak masalah kalau aku diterima di Ilmu Komunikasi atau Psikologi. Toh aku suka keduanya. Tapi kalau sampai aku diterima di Psikologi... aku harus gimana?

Aku sampai berdoa... Ya Allah, tolong bantu aku. Kalau aku bisa diterima di Ilmu Komunikasi, ya Alhamdulillah... please, Ya Allah... seenggaknya aku pengen liat wajah bapakku seneng. Andaikata aku memang ditakdirkan untuk nyemplung ke Psikologi, lapangkanlah hati bapakku. Aku ikhlas, Ya Allah... terserah Allah aja baiknya gimana.

... Dan ternyata doaku didengar oleh-Nya. :')

Terima kasih, Ya Allah... terim kasih. :')


Dan maaf, aku masih banyak dosa. :'(

Wednesday, February 20, 2013

Ibu Haryanti

Bu Haryanti,

taukah Ibu bahwa Ibu adalah satu-satunya
guru yang mampu menggugah semangat tentang kehidupan dalam diri saya
melalui cerita-cerita Ibu yang terhampar tiada batasnya?


Bu Haryanti,

tiada bosankah Ibu
mendulang perintah yang sama
meminta anak didikmu yang tak bisa berhenti berkicau
hingga waktu terlalu cepat untuk merasa usai?


Bu Haryanti,

beri ceritamu
pada kami yang haus akan dongeng kebajikanmu
yang memberi titik-titik cahaya penerang
dalam hidup remaja yang mudah tergelincir di lembah rintangan.

Tiada mengapa kau tak lagi bisa dengan jelas melihat bayang kami
karena bayang-bayang ini adalah milik Ibu, bayang-bayang para anak yang merindu
uluran kasih seorang ibu
dan guru, yang terus tegar berdiri dan mondar-mandir dalam ruang penuh bangku ini,
dan akan terus merangkul bayang Ibu hingga
Ibu dapat dengan jelas menangkap wajah-wajah belasan tahun,
wajah-wajah penuh kasih... terhadapmu.


Bu Haryanti,

bagaimana keadaan Ibu sekarang?
Masihkah Ibu takut dengan penglihatan yang bagimu bak hendak menelan Sang Surya?

Ibu tidak perlu takut.
Mungkin kami ribut, atau apalah
yang mampu mengikis kesabaranmu satu demi satu,
tapi kami menyayangi Ibu.


Ibu pasti sembuh.
Tiada lagi yang perlu mengganggu pandangan Ibu
dengan tangan ajaib-Nya,
yang mampu menghantarkan keajaiban
pada diri Ibu yang telah mengabdi dan
terukir dalam cita dan cinta kami.

Karenanya,
jangan pernah merasa lelah.

Pun kami akan terus berusaha
layaknya Ibu
agar kami pula bisa melihat
berlapis-lapis kebajikan yang tertanam dalam hidup di balik kemelut mendung,
seperti ceritamu
pada kami.

Thursday, December 20, 2012

Allahu Akbar! Allah Maha Besar!

Yaa Allah...
Yaa Rabb!

Allahu Akbar!
Allah Maha Besar!
Puji syukur atas segala karunia-Mu!

Alhamdulillah...
Terima kasih banyak, Ya Allah!!


Masih ingat posting saya sebelumnya yang tentang kegalauan akan nilai rapor dan peringkat?

Lima hari yang lalu semuanya terjawab sudah.

Selama perjalanan menuju sekolah, mulut saya komat-kamit berdoa,
"Ya Allah, lapangkanlah dada hamba. Ya Allah, ikhlaskan... iya, iya, aku mantap, jangan nangis lagi. Aku ikhlas. Bismillah..."


Begitu sampai sekolah, Nisa bilang, "Puk, puk... sabar, ya, kamu disalip Astri."

Jadi Astri yang ranking III?
... Dan Anita ranking II?


Nggak tau kenapa waktu itu perasaanku langsung plong. Pikiran pertama yang melintas saat itu adalah :

Ya Allah... terima kasih banyak. Selamat, Astri! Selamat Anita! ^^


Aku juga nggak tau kenapa tiba-tiba aku merasa lega. Mungkin aku merasa feeling-ku selama ini benar... kalau nggak Astri, ya, Anita. Selama ini aku memperhatikan kerja keras mereka. Dan semuanya terbayar. Dan aku benar-benar lega mereka yang "menggeser" aku dan Dea. Diam-diam aku liat wajah mereka tersenyum, walau cuma sedikit, berusaha menyembunyikan rasa bahagia.
Perasaannya meluap-luap, ya? Aku juga dulu begitu waktu tau masuk tiga besar. Rasanya di luar dugaan. Hihihi~ ^^

Selamat, Astri dan Anita! Pertahankan prestasi dan kerja keras kalian! :D


Dan pikiran kedua yang melintas di pikiranku saat itu adalah :

Kenapa aku bisa selega ini?


Mungkin karena aku yang (jujur) terlalu perfeksionis. Aku lelah dengan tatapan orang, perkataan-perkataan "wah, kamu pasti..." atau "saya yakin...", atau serentetan kata-kata lainnya yang membuatku tertekan.

Jujur, mentalku bukan mental tiga besar. Mungkin sebenarnya dari awal aku menyadari bahwa aku nggak siap menyandang peringkat tiga besar karena aku mudah goyah. Dan aku terlalu takut. Mungkin melalui tulisan ini, aku akan terlihat aneh dan terkesan membesar-besarkan suatu masalah di mata kalian. Tapi beginilah aku.

Sejak awal aku menyadarinya. Aku nggak siap. Ranking III. Tapi aku berusaha menutupinya.


Dan sekarang, terlepas dari predikat tiga besar, aku benar-benar lega. Terima kasih, Ya Allah...!

Mungkin nantinya orang-orang akan bertanya dan berkata bahwa sangat disayangkan (atau bahkan mungkin akan ada yang kecewa) aku bisa selengah itu sehingga membiarkan posisiku diambil orang lain.
Tapi aku tidak masalah. Kelengahan, keputusasaan, amarah, rasa jenuh, iri dan dengki, kelelahan, kearoganan, kebencian... itu semua memberiku pelajaran. Dan cukup membuatku terpukul.

Aku baru menyadari keindahan jalan yang diberikan Tuhan. Ketika aku jatuh dan berusaha bangkit dengan memohon meminjam kekuatan dari-Nya, aku diberi kelapangan dada. Aku masih hidup, diberi akal-pikiran, kekuatan untuk tetap maju dan bangkit, diberi tangisan dan amarah, diberi kesadaran. Aku tersenyum puas.


... Dan yang jadi masalah berikutnya adalah :
Bagaimana nilai-nilaiku? Aku rangking berapa?


Tak masalah predikat tiga besar ku lepaskan. Aku senang, lega, dan ikhlas. Tapi bukan berarti aku bisa diam saja dan tertawa haha-hihi. Kalau rankingku bergeser sebegitu parahnya berarti aku benar-benar keterlaluan. Aku akan mengecewakan kedua orang tuaku dan mbahku.

Doaku waktu itu :
Ya Allah, ranking 10 nggak apa-apa, deh. Maksimal sepuluh besar. Kalaupun aku sampai "terdampar" di luar sepuluh besar, ikhlaskan hatiku. Ya Allah, besarkan hatiku. Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki diri, maafkan aku, buat diriku siap. Jangan down, jangan down...


Dan waktu Bu Nining mengumumkan peringkat sepuluh besarnya...
Alhamdulillah! Ya Allah, puji syukur, karunia-Mu sungguh tak terduga! Aku ranking 4! Paralel 8!

Ih, beneran waktu itu aku sampai sempat senyum-senyum sendiri sambil menahan tangis. Ih, gila. Ih, ih, ih... waw. Alhamdulillah... :')
Allahu Akbar! :')



Aku berharap ke depannya nanti aku bisa lebih dewasa. Jangan sampai galau nggak jelas lagi. Kalau bisa kegalauan yang mengganggu itu berkurang, perlahan-lahan (sambil memetik pelajaran dan hikmah kehidupan), sampai benar-benar hilang.
Sungguh, deh, itu kebiasaan burukku. Tiba-tiba bad mood, nangis dan marah-marah nggak jelas, nyalahin yang lain, terus malas ngapa-ngapain. Bahkan malas mengingat Tuhan. Astaghfirullah...

Bejat banget, sih, aku.

Ya Allah, teruslah bimbing aku. Dekap hatiku. Aku mencintai-Mu. Selalu. :')


Notes :
Selamat untuk Dewi yang berhasil meraih paralel II. Terima kasih banyak, Dewi, kamu sangat berjasa!
Terima kasih banyak, Astri!
^^

Friday, December 14, 2012

TAKUT

Jujur...

Dulu pas kenaikan kelas ke kelas XII rasanya senang bukan main dapat ranking III. Rasanya banggaaa... banget!
Apalagi waktu itu Mama lagi down sepeninggalannya Mbah Uti. Rasanya bisa mempersembahkan "sesuatu" buat Mama itu Alhamdulillah luar biasa. Belum lagi Hera yang berhasil meraih posisi pertama di penerimaan murid baru SMA N 2 Purwokerto lewat jalur tes. Muka Mama perlahan-lahan mulai berubah cerah. Bapak sama Mbah juga ikut bangga. Alhamdulillah...


Tapi, aku lupa...
Kalau semuanya bisa jadi bersifat sementara.
Lengah sedikit semuanya akan langsung lepas dari tanganku.


Aku mulai ketakutan.
Proses belajar yang tadinya enjoy berubah jadi bayang-bayang rasa takut kalau nilai-nilaiku anjlok dan aku nggak bisa mempertahankan posisi itu.
Tujuanku jadi berubah, benar-benar murni ingin mencari nilai, bukan menyerap ilmu.


Aku iri sama teman-temanku.
Aku tau kemampuanku nggak kayak mereka. Sebenarnya kemampuanku jauh di bawah mereka. Mereka lebih cepat tangkap, sedangkan aku perlu tertatih-tatih dulu untuk bisa memahami semuanya. Aku merasa minder.
Terus kenapa aku bisa dapat ranking III? Karena aku percaya bahwa kerja keras yang paling utama.

Tapi kerja kerasku mulai menurun. Drastis, bisa dibilang.
Nilai-nilaiku mulai turun. Belajar nggak tenang.
Sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit nangis.
Aku selalu dibayangi nila-nilai dan tatapan guru-guru.


Jujur...

Aku nggak suka ditatap. I tell you, salah satu kelemahanku adalah ditatap, terutama oleh orang dewasa. Guru, misalnya.
Bukan berarti mereka monster, tapi nggak tau sejak kapan aku nggak suka ditatap. Aku risih, rasanya serba salah. Apalagi kalau ada guru yang menatap saya dengan bangga sambil berkata, "Kamu rajin, ya. Ini dia calon-calon juara. Saya yakin kamu pasti bisa."
Dalam hati saya menangis...
Tolong, jangan pernah diucapkan. Itu beban.


Nilai, ranking, prestasi, kebanggaan...
Aku mulai masa bodoh. Aku udah capek, batinku.
Aku lebih suka tidur, menenangkan pikiran.
Mungkin terdengar keterlaluan, tapi ini yang kusebut dengan titik jenuh (mungkin inilah yang dinamani dengan berlakunya Hukum Gossen I).
Di saat yang lain sedang semangat-semangatnya belajar untuk meraih SNMPTN Undangan, aku jenuh dengan belajar, rasanya muak.
Tapi aku selalu ketakutan, sampai frustasi rasanya.
Kalau aku kebanyakan mengeluh, kapan majunya?

Akhirnya, aku coba mengejar ketinggalan.
Tapi semakin kukejar, rasanya yang lain semakin jauh. Ibaratnya teman-temanku mencapai puncak gedung dengan lift, aku masih tertatih-tatih di tangga darurat lantai dasar.
Aku benci. Aku iri.
Tapi aku nggak mau mengotori diriku dengan cara curang.


Akhirnya, aku sadar...
(Lagi-lagi) aku jarang bersyukur. Aku nggak ikhlas. Aku arogan.
Aku tau semua usaha butuh proses yang panjang, tapi dalam sebagian besar tahap itu tidak aku lakukan dengan ikhlas (mungkin lebih kepada pamrih). Dan aku kurang (kurang atau tidak?) mensyukuri apa yang telah aku raih.
Aku selalu lupa bahwa di balik semua ini selalu ada Tuhan yang memutuskan.


Terus aku nangis sejadi-jadinya.
Ya Allah,
kalau begini terus aku harus pasang muka seperti apa di hadapan Mbah dan orang tuaku, terutama Mama?
Aku malu kalau aku sampai mencoreng wajah mamaku di hadapan guru-guruku. Semua kebanggaan tentangku dalam diri mereka akan lenyap, itu yang aku takutkan. Aku takut dan gemetar membayangkan tatapan penuh kekecewaan mereka terhadapku.


Mama, Bapak, maaf... maafin Lia.
Ya Allah, ampuni aku...
Aku ikhlas, Ya Allah, ikhlas...
Aku tau aku sudah melenceng, pikiran dan nuraniku sudah tidak lurus lagi. Aku melewatkan kesempatan yang telah Kau beri padaku secara cuma-cuma. Semester I sudah habis, dan aku harus siap menanggung serta menerima konsekuensinya.

Ya Allah, tolong lapangkan dada hamba...
Bukalah hati dan pikiran hamba, jangan pernah bosan untuk menuntun hamba kembali ke jalan yang benar, jalan yang diridhai oleh-Mu.
Aku akan mencoba dan terus mencoba untuk belajar ikhlas.

Ku relakan kebanggaanku itu pada teman-temanku yang lebih layak menyandangnya. Setelah berbagai usaha telah mereka lalui, aku tau dan yakin mereka pantas mendapatkannya. Aku ikhlas.


Bantu aku untuk selalu menguatkan hatiku, Ya Allah...
Bangunkan aku di saat aku tertidur.
Ingatkan aku di saat aku mulai melupakan-Mu.
Dan bisikkan nyanyian syahdu-Mu di kala aku mulai berpikir di luar kontrol.

Dan juga... genggam tanganku di saat aku terjatuh dan merasa putus harapan.


Aku tidak boleh menyerah, berapa kali pun aku terjatuh.
Ya Allah, awasi aku.

Sunday, October 21, 2012

Ketika Saya Merasa Jauh dari Tuhan...

Pernah, nggak, kalian merasa lepas kontrol?
Kalian pengen banget memperbaiki diri, tapi malah semakin terperosok ke dalam lubang, yah... sebut aja "Lingkaran Setan".

... And so do I.


Sebelumnya, aku minta maaf untuk posting-ku yang hancur-hancuran itu (baca : Cinta = Ilusi?). Aku mengaku, aku salah. Pengecut banget aku cuma bisa marah-marah lewat blog, sedangkan kalau ketemu langsung bersikap seolah nggak ada apa-apa tapi di belakangnya serasa mau runtuh.
Posting itu aku buat waktu aku lagi lost control, aku sulit mengendalikan diriku sendiri kalau lagi emosi. Semua yang aku lihat ataupun aku dengar akan selalu salah di mataku, dan aku yang paling benar. Itu kejelekanku.
Jujur, aku pengen nangis, pengen berlutut. Posting-an itu menyakitkan (ya iyalah. Siapa, sih, yang suka dimaki-maki di tempat umum kayak begini?). Mungkin maaf aja nggak cukup, tapi cuma ini yang bisa ku lakukan. Dan lagi-lagi aku pun nggak bisa minta maaf secara langsung, malah lewat posting ini. Bukannya gengsi, aku cuma nggak berani menatap matamu. Aku terlalu jahat untuk ukuran orang yang sempat kamu juluki "gadis baik-baik". I'm not a good girl like you used to see me.


Okay, masih ada problems lagi...

Tuhan... kenapa, sih, aku bisa jadi kayak gini?
Di usiaku yang semakin berkurang, aku bukannya beranjak dewasa. Aku malah merasa mundur, seperti anak kecil yang butuh perhatian dan nggak harus mengalah. Aku merasa capek, kadang aku merasa semuanya menekanku. Padahal aku tau, perasaan kayak gitu cuma ilusiku aja tapi aku terus aja dihantui perasaan kayak gitu.

Aku selalu bolak-balik shalat, berdoa, dan menangis. Tapi kenapa semuanya selalu terulang? Kenapa tubuh dan pikiranku lebih sering menolak kata hatiku? Di saat nuraniku berkata "TIDAK", aku malah semakin tergerak untuk melakukannya. Kadang, aku jadi benci diriku sendiri. Dalam keadaan seperti ini, aku akan terus memaki-maki diriku sendiri. Entah pengecutlah, nggak bergunalah, setanlah...

Aku lelah dengan diriku sendiri, sampai-sampai membiarkan tubuhku lost control, merasa masa bodoh yang penting gimana caranya kesalku ini bisa hilaaang...!! Tapi semakin aku membiarkan diriku lost control, aku semakin terpuruk.
Tuhan, sudah seberapa lama aku (mulai) lepas dari dekapan-Mu? Sudah seberapa jauh aku melenceng dari jalan yang diridhai oleh-Mu?


Okay, Lia. Relax. Nggak semuanya harus perfect, karena nggak ada yang sempurna kecuali Allah.

Dan aku mencoba untuk memulai dari awal.

Rasanya berat, tapi berhasil ku lalui.

Dan setelah itu?
Terjadi lagi. Terjatuh lagi.



Ya Allah...
Kenapa sulit sekali bagiku untuk bersyukur atas kehadiran cinta-Mu yang melimpah ruah dalam kehidupanku?

Tuesday, May 1, 2012

Cinta = Ilusi?

Aku bingung harus mulai ngomong dari mana. Yang jelas, aku kesal sekesal-kesalnya. Tapi, yah... ini juga karena kesalahanku, sih. Berawal dari kejadian tanggal 25 Agustus 2011, dia nembak aku di depan teman-teman sekelas (X-7). Sebelumnya, aku udah dikasih tau kalau dia ada "rasa" sama aku. Waktu itu aku benar-benar kaget dan nggak nyangka... bisa-bisanya? Dan setelah kupikir matang-matang... Mungkin... aku juga SUKA dia. Jadi, waktu mau ada acara buka bersama dan teman-teman memaksaku ikut, aku yakin ada yang nggak beres. Feeling-ku mau ditembak. Dan... Oh My God. Feeling-ku benar. Aku nggak nyangka bakal ditembak dengan cara seperti itu. Benar-benar nggak nyangka. Saking nggak nyangkanya sampai-sampai aku nangis terharu. Saat itu juga aku bilang kalau aku juga suka sama dia. Tapi, orang tuaku melarangku pacaran. Jadi, ( dengan begonya ) aku tanya dia, "Kamu mau nunggu aku?" Dan dia setuju. Dan bodohnya lagi, aku nggak menjelaskan lebih lanjut arti dari "menunggu" itu. "Menunggu" yang kumaksud adalah apabila dalam proses menunggu itu dia menemukan yang lebih baik daripada aku, it's okay. Aku fine, kok. Nggak masalah, karena memang dari awal nggak ada ikatan di antara kita, kan? Dan yang lebih bodohnya lagi, aku nggak ngasih tau dia tentang perasaan suka yang aku rasakan. Buat aku ( terutama setelah belajar dari pengalaman yang telah lalu ), aku menganggap bahwa rasa suka itu adalah sesuatu yang wajar. Lagipula itu juga merupakan salah satu bagian dari kehidupan remaja, kan? Tapi, caraku menanggapinya beda dengan yang lainnya, yang biasanya langsung pada jalan bareng, mojok di mana-manalah, SMS-an, telepon-teleponan, dll... aku hanya menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar, yang biasa. It's normal if I had a feeling of him, tapi buatku itu yaa... "suka" yang sebatas "suka". Udah, itu aja. Nggak berlebihan. Tapi kamu tau, nggak apa yang dia lakukan? Gosip menyebar di mana-mana! Ada yang bilang aku pacaran sama dia udah satu bulan. Dan begitu aku tanya orang-orang tentang sumber berita nggak jelas itu, mereka bilang sumbernya dari si dia sendiri. What!? Kapan kita jadian!? Okelah, aku udah memprediksikan bakal ada gosip atau "kicauan" lainnya yang mengudara. Tapi, aku sama sekali nggak nyangka bakal separah ini. Berita darimana itu? Itu beneran dia yang nyebar-nyebarin? Kalau iya, GE-ER banget itu orang. Okay, aku mencoba sabar. Dan aku juga mencoba untuk memaklumi. Tapi ternyata nggak cuma itu aja... Dengan status-statusnya yang selalu mengudara alias up to date, isinya tentang cintaaa... semua. Oh, God... sekolah aja belum selesai, sebegitu seriusnya kamu memikirkan soal cinta? Sebegitu dalamnya kah? Jujur, perasaan kagum dan suka yang aku rasakan perlahan-lahan mulai luntur, bahkan berganti dengan perasaan ill-feel... sekaligus takut. Hey, cewek mana, sih, yang nggak takut kalau tau ada cowok yang suka sama dia sampai memaparkan segala hal yang si cowok rasakan di status? Kalaupun ada, paling cuma segelintir cewek alias minoritas. Dan sisanya? Sebagian besar cewek akan menjawab takut, ill-feel, bahkan lebih parahnya lagi si cowok bakal dianggap "stalker" atau terlalu ambisius. Aku udah coba menyindir secara halus lewat Twitter... Dia nggak ngerti ( atau sindiranku yang emang kurang "JLEB"? ). Aku udah coba berusaha kasih tau langsung ke dia kalau aku benar-benar nggak suka dengan "polah"-nya yang satu itu... Tapi ku batalkan. Aku nggak tega membayangkan wajahnya yang lagi berbunga-berbunga sampai sebegitu menggebu-gebunya tiba-tiba harus down berat. Akhirnya, aku minta tolong salah seorang sahabatku sebagai perantara... Sahabatku udah ngomong ( walaupun lewat chatting, sih... ), dan dia bilang kalau aku salah sangka. Katanya dia cuma nulis-nulis lagu di status-statusnya itu, bukan gombalan. Oh, maksudmu lirik-lirik lagu yang kamu tuliskan itu nggak ada maksud apa-apa selain benar-benar HANYA SEKEDAR menulis lagu? Oh, Boy! Kamu tau, nggak? Maksudmu itu bisa disalahpahami orang lain yang membaca status-statusmu itu! Okelah, itu hakmu untuk menuliskan apapun dalam statusmu. Aku sadar. Okelah, nggak seharusnya aku mengatur-ngatur kamu ataupun ikut campur mengenai hakmu dalam menuangkan "kreasi"-mu di statusmu. Aku tau. Tapi setidaknya bisa, nggak, kamu pergunakan hakmu itu secara bertanggung jawab? Maksudku, jangan sampai kamu pergunakan hakmu itu sampai orang lain merasa tidak nyaman. Mungkin kamu memang nggak bermaksud apa-apa, tapi status-statusmu itu bisa jadi "trending topic" karena disalahartikan orang lain, dan kemungkinan terburuknya adalah kamu akan mendapat label atau cap, alias julukan yang orang lain tujukan padamu berdasarkan pemikiran-pemikiran yang kamu tuangkan di statusmu tanpa kamu "filter" terlebih dahulu. Dan, please... bedakan mana hal privasi dan mana hal umum. Twitter itu bukan buku harian ( yah... tapi terserah, sih, kalau kamu memang menganggapnya sebagai buku harian. Yang penting jangan sampai meresahkan "warga" timeline lainnya ). Dan jujur, yah... maaf terkesan kasar, tapi inilah aku apa adanya. AKU PALING NGGAK SUKA SAMA COWOK TUKANG GOMBAL YANG TIDAK BISA MEMBEDAKAN MANA HAL YANG TERMASUK PRIVASI ATAU PRIBADI DAN MANA HAL YANG TERMASUK BOLEH DIUNGKAPKAN DI MUKA UMUM. Waktu itu kesabaranku udah benar-benar habis, apalagi semenjak kemunculan statusnya yang "itu". Akhirnya, setelah berdiskusi dan curhat sampai mewek-mewek ( lebay sekali saya ini ) dengan para sahabat, aku putuskan untuk ngomong langsung ke dia... Bahwa aku memang bersalah. Maafkan aku. Bahwa arti "menunggu" yang kumaksud bukan benar-benar suatu penantian yang seperti itu. "Menunggu"-ku bermaksud memberi kelonggaran padamu untuk tidak terikat padaku. Bahwa aku masih muda, dan masih banyak hal yang ingin kukejar serta butuh konsentrasi penuh. Pendidikan, pergaulan, nilai-nilai hidup, impian, tujuan hidup... Bahwa secara tidak langsung, aku memberitahukan tentang perasaanku yang sudah luntur. So, it's enough. We're friends now. Dan dia bilang bahwa dia nggak masalah, kita berteman. Tapi, dia ngomong dengan wajah yang lesu ( ya iyalah! ). Malamnya, dia nongol lagi di timeline. Kali ini, isi statusnya tentang kerelaannya melepaskan aku demi kebahagiaan aku. Bukan. Maksudku bukan hanya untuk kebahagiaanku, tapi juga untuk kebahagiaanmu. Yang ku harapkan adalah meskipun awalnya saling tersakiti, tapi kemudian kita bisa tetap berteman dan bahagia dengan jalan kita masing-masing. Dan dari kejadian ini juga, aku pengen kita berdua sama-sama memetik pelajaran bahwa di usia kita yang masih belia ini memang belum masanya untuk membicarakan hal yang complicated seperti cinta. Coba saja kau jabarkan, bisakah kau mendefinisikan arti cinta yang mendalam dan sesungguhnya, baik secara luas maupun simple-nya? Jangan pernah kau berani mengatakan cinta jika kau sendiri pun "salah jalur" dalam memahaminya. Tapi, seiring berjalannya timeline... Wah. Status-status galaunya mulai bermunculan. Dan untuk beberapa hari ke depan, status-status itu masih suka bermunculan. Oh, please. Kalau emang dari awal kamu bilang udah rela, ya udah. Jangan menambah kesalahpahaman orang lain. Aku tau kamu merasa sakit, tapi apa kamu kira aku juga nggak sakit? Di sini, aku terlihat sebagai pihak yang ( paling ) bersalah, dan itu rasanya menyakitkan. Semakin kamu menampakkan status-status galaumu itu, semakin merasa terpojoklah saya. Tapi, ya sudahlah... aku paham. Aku ngerti kenapa kamu menuliskan hal-hal itu. *Mengangguk-anggukkan kepala* Dan... Alhamdulillah, sekarang status-status seperti itu sudah jarang terlihat. Yang jadi masalah sekarang adalah gosip yang masih terus merebak, sampai-sampai cap saya sebagai cewek PHP ( Pemberi Harapan Palsu ) pun tak kunjung hilang. Lebih parahnya lagi, gosip tentang aku dan dia yang in relationship masih aja nggak ada habisnya. Benar-benar opera sabun yang hebat. Saya jadi geram. Yah... ini sudah merupakan konsekuensi yang harus saya tanggung. Bismillah... sabar. Kalau kamu baca ini, aku minta maaf. Benar-benar maaf. Apa kamu kaget melihat tulisanku yang satu ini? Terkesan kasar, ya? Memang. Hehehe. Saya memang kasar dan ceplas-ceplos. Maaf, kalau tulisan ini membuatmu panas. Tapi, sekali lagi aku BENAR-BENAR MINTA MAAF. Dan bagi orang lain yang juga turut mambaca posting-an saya yang satu ini, selamat membaca dan silakan ambil kesimpulan masing-masing. Cinta itu ilusi bagi orang seperti saya yang memang belum matang dalam memahami makna cinta yang sebenarnya. Bonne Nuit.

Friday, April 6, 2012

Tolong Aku...

Seseorang tolong aku...

Aku udah terserang mencret selama 9-10 hari, dan sampai sekarang masih.
Aku capek. Aku ingin bisa beraktivitas seperti biasa.
Aku udah minum obat, frekuensi buang airnya udah berkurang, tapi belum kunjung sembuh.

Seseorang tolong aku...