... Halo~
Pembinaan intensif OSN Ekonominya udah dimulai sejak Kamis yang lalu, nih... berarti, sampai detik ini aku udah mengikuti pembinaan selama tiga hari dan itu sama sekali nggak membosankan. Aneh, ya? Padahal bayanganku awal-awalnya udah suntuk, nggak mudeng, dll... tapi, guess what? Aku menikmatinya.
Yang jadi masalah sekarang adalah gimana caranya supaya aku nggak tertekan menghadapi soal-soal dan logika yang harus ku pakai. Secara, yah, ( jujur ) aku bukan tipe orang yang rasional. Sulit rasanya menghadapi soal kalau 100% pakai logika, aku lebih cenderung hapalan dan terkadang persis kayak apa yang ada di buku ( di situ salahku! ). Mau nggak mau aku harus berjuang mengubah tipe atau pola belajarku.
Ada hal lain lagi yang membuat aku merasa tertekan. Aku, tuh, rasanya begooo... banget. Sama anak-anak lainnya, terutama aksel atau katakanlah anak-anak kelas X, aku rasanya kayak selalu jauh tertinggal. Kalau udah habis ngerjain soal dan diperiksa teman lainnya, aku penasaran banget berapa salahku. Tapi, aku tau nantinya aku juga bakal gela sendiri karena salahku banyak banget dibanding yang lainnya. Tau, nggak? Pas pembinaan hari kedua, nilaiku paling rendah. Masa' dari 79 soal aku salah 41? Kebangetan!
Malu. Malu rasanya. Belum lagi kalau harus menghadapi semangatku yang "kembang-kempis". Aku senang mendengar cerita Mbak Nanda tentang pengalamannya selama mengikuti OSN Ekonomi sampai akhirnya dia dapat medali perak. Setelah mendengar itu, aku biasanya membayangkan aku yang nantinya juga akan dikalungi medali itu ( entah emas, perak, atau perunggu ) dan aku jadi termotivasi. Tapi, sesampainya di rumah, semangatku langsung mengendur. Mau belajar aja rasanya beraaattt... banget. Padahal aku yakin, tuh, yang lainnya pada belajar mati-matian ( makanya nilai mereka bagus-bagus, yah. Dan nilaiku rendah. Hmm. ) sedangkan aku bawaannya ngantuuuk... melulu. Ujung-ujungnya tidur. Dan yang baru dipelajari cuma seupil.
Sifat burukku adalah aku nggak bisa mengendalikan rasa malasku, suka menunda-nunda, dan sulit untuk benar-benar full-motivated. Satu lagi, terkadang aku suka meremehkan yang ujung-ujungnya menyesal sendiri. Aku nggak bisa menghargai waktu, dan aku benci itu. Setiap kali aku bercermin, aku selalu teriak dalam hati sampai muak rasanya, "Kamu itu apa? Siapa? Lia? Mau jadi apa kamu kalau kamu malas-malasan kayak gitu? Itu manusia apaan coba lagi bercermin mukanya hopeless banget? Kamu nggak berguna kalau kamu nggak mau berusaha. Kamu itu banyak kekurangannya, jadi kalau mau berusaha harus berkali-kali lipat daripada orang lain! Kamu itu terlalu lemah! Terlalu sombong!"
BANG! Pengen banget rasanya kutonjok itu cermin. Aku jadi ngamuk sendiri, nih...
Jadi pengen nangis. Berasa "terbelakang" gitu, nggak, sih? Aku capek. Aku capek bertarung melawan diriku sendiri. Ingat Tuhan pun terkadang karena merasa itu adalah suatu kewajiban, bukan benar-benar sadar dari hati yang terdalam. Terkadang aku pengen menyerah, "Ah... udah, ah. Yang lain lebih pintar dari aku. Udahlah, mereka aja yang maju."
Aku terlalu banyak mengeluh. Terlalu banyak "ini-itu". Tapi, biarpun begitu terkadang masih ada "suara" lain dalam hati kecil aku berteriak, "Jangan, Lia! Jangan berikan kesempatan emas itu pada orang lain! Berusahalan dulu semampumu, kerahkan semua kemampuanmu. Sisanya serahkan pada Yang Di Atas, jadinya terpilih atau tidak kamu nggak akan menyesal."
... Dan 75% dari dalam diriku belum mau menyerah.
Tapi aku takut 25%-nya ini semakin membesar, yang nantinya bakal semakin menciutkan nyaliku.
"Proses berbanding lurus dengan hasil."
Semangat, Lia!
Hhh~
No comments:
Post a Comment