My e-Diary...
Aku bingung... kepada siapa aku harus bersandar? Kepada siapa aku harus menangis? Kepada siapa aku harus memiliki rasa ini? Kepada siapa aku harus memilih? Cintakah? Atau...?
Tak penting bagaimana pandangan orang mengenai dirinya yang ( katanya ) terkadang menyebalkan. Tak kupikirkan bagaimana ia mengacuhkan omongan orang dan omonganku ( bahkan ) sampai terkadang membuatku kesal. Tak peduli seperti apa dia. Yang jelas aku cinta dia. Dan aku terima dia apa adanya...
Di mataku ia sempurna. Masa bodoh dengan segala kekurangan dan keburukannya yang penting aku cinta dia. Tapi... benarkah aku telah buta oleh cinta? Cinta monyet yang kata orang tak jelas dan hanya akan berlalu seiring waktu. Cinta anak ingusan yang harus segera dilupakan dan tak harus dipikirkan. Bahkan cinta yang telah membuatku lupa bahwa ada yang lebih mencintaiku, yaitu Allah SWT...?
Tuhan... aku tak tau apa langkah yang kuambil ini benar atau tidak. Aku lelah dengan semua ini. Setiap saat aku jatuh, ia mampu membangunkan semangat dalam diriku yang telah tertidur selama ratusan tahun. Tapi, aku merasa... aku tak boleh melangkah lebih jauh dari ini. Perlahan-lahan aku harus mundur... selangkah demi selangkah... untuk mendapatkan yang terbaik... bagiku dan bagi dirinya.
Telah aku ungkapkan semua rasa yang ada di hatiku. Telah kutumpahkan semua kejujuranku. Dan tanpa sadar telah kucurahkan pula seluruh kejahatanku. Tuhan... aku merasa hatiku dapat meleleh karena kata-kata dan senyumnya. Aku merasa diriku dapat hancur karena terus menangisinya. Dan aku merasa otakku tak bisa berpikir jernih lagi karena dia.
Rasanya... sakit, Tuhan... terkadang aku benci dan menyesali diriku sendiri. Kenapa aku bisa jatuh cinta padanya? Tapi, yah... seperti kata orang, " Cinta tumbuh secara tak sengaja. Kapanpun, dimanapun, dan dalam keadaan apapun... kau bisa menemukan cintanya. "
Tuhan, aku tau... kalau begini terus, aku bisa mati rasa. Seakan-akan seluruh tubuhku selalu dialiri dirinya. Haruskah aku melupakannya, Tuhan? Jika ini memang yang terbaik, akan kulaksanakan. Tapi susah, Tuhan... maka dari itu bantulah aku, Tuhan. Temui kembali aku dengan diriku yang dulu. Dimana aku bisa menjalin persahabatan dengan bebas dan dengan siapapun. Tanpa harus menyakiti yang lain... aku tau, apapun itu rencana-Mu. Itu adalah yang terbaik dari-Mu untuk diriku dan yang lainnya...
O ya, Tuhan... terima kasih sudah mengenalkanku padanya. Meskipun sama-sama ada rasa dalam hati kami, namun aku merasa aku tak akan pernah bisa menggapainya. Tapi, dari rasa ini... dapat kupetik kembali pelajaran berharga dari-Mu yang ( mungkin ) sampai sekarang belum bisa kutemukan. Tapi, tetap saja... aku benar-benar ingin menyampaikan rasa terima kasih ini pada-Mu. Terima kasih, Ya Allah... Engkaulah yang terbaik di antara yang paling baik. Aku lega sekarang...